Suatu ketika,
tersebutlah seorang raja yang kaya raya. Kekayaannya sangat melimpah. Emas,
permata, berlian, dan semua batu berharga telah menjadi miliknya. Tanah
kekuasaannya, meluas hingga sejauh mata memandang. Puluhan istana, dan ratusan
pelayan siap menjadi hambanya.
Karena ia memerintah
dengan tangan besi, apapun yang diinginkannya hampir selalu diraihnya. Namun,
semua itu tak membuatnya merasa cukup. Ia selalu merasa kekurangan. Tidurnya
tak nyenyak, hatinya selalu merasa tak bahagia. Hidupnya, dirasa sangatlah
menyedihkan.
Suatu hari,
dipanggillah salah seorang prajurit tebaiknya. Sang Raja lalu berkata, “Aku
telah punya banyak harta. Namun, aku tak pernah merasa bahagia. Karena itu,
ujar sang raja, “aku akan memerintahkanmu untuk memenuhi keinginanku. Pergilah
kau ke seluruh penjuru negeri, dari pelosok ke pelosok, dan temukan orang yang
paling berbahagia di negeri ini. Lalu, bawakan pakaiannya kepadaku.”
“Carilah hingga
ujung-ujung cakrawala dan buana. Jika aku bisa mendapatkan pakaian itu, tentu,
aku akan dapat merasa bahagia setiap hari. Aku tentu akan dapat membahagiakan
diriku dengan pakaian itu. Temukan sampai dapat! ” perintah sang Raja kepada
prajuritnya. “Dan aku tidak mau kau kembali tanpa pakaian itu. Atau, kepalamu
akan kupenggal !!
Mendengar titah sang
Raja, prajurit itupun segera beranjak. Disiapkannya ratusan pasukan untuk
menunaikan tugas. Berangkatlah mereka mencari benda itu. Mereka pergi selama
berbulan-bulan, menyusuri setiap penjuru negeri. Seluas cakrawala, hingga ke
ujung-ujung buana, seperti perintah Raja. Di telitinya setiap kampung dan desa,
untuk mencari orang yang paling berbahagia, dan mengambil pakaiannya.
Sang
Raja pun mulai tak sabar menunggu. Dia terus menunggu, dan menunggu hingga
jemu. Akhirnya, setelah berbulan-bulan pencarian, prajurit itu kembali. Ah, dia
berjalan tertunduk, merangkak dengan tangan dan kaki di lantai, tampak seperti
sedang memohon ampun pada Raja. Amarah Sang Raja mulai muncul, saat prajurit
itu datang dengan tangan hampa.
“Kemari cepat!!. “Kau punya waktu 10 hitungan sebelum kepalamu di penggal.
Jelaskan padaku mengapa kau melanggar perintahku. Mana pakaian kebahagiaan
itu!” gurat-gurat kemarahan sang raja tampak memuncak.
Dengan airmata
berlinang, dan badan bergetar, perlahan prajurit itu mulai angkat bicara. “Duli
tuanku, aku telah memenuhi perintahmu. Aku telah menyusuri penjuru negeri,
seluas cakrawala, hingga ke ujung-ujung buana, untuk mencari orang yang paling
berbahagia. Akupun telah berhasil menemukannya.
Kemudian, sang Raja kembali bertanya, “Lalu, mengapa tak kau
bawa pakaian kebahagiaan yang dimilikinya?
Prajurit itu menjawab, “Ampun beribu ampun, duli
tuanku, orang yang paling berbahagia itu, TIDAK mempunyai pakaian yang bernama
kebahagiaan.”
***
Teman, bisa jadi, memang tak ada pakaian yang bernama kebahagiaan. Sebab, kebahagiaan, seringkali memang tak membutuhkan apapun, kecuali perasaan itu sendiri. Rasa itu hadir, dalam bentuk-bentuk yang sederhana, dan dalam wujud-wujud yang bersahaja.Seringkali memang, kebahagiaan tak di temukan dalam gemerlap harta dan permata. Seringkali memang, kebahagiaan, tak hadir dalam indahnya istana-istana megah. Dan ya, kebahagiaan, seringkali memang tak selalu ada pada besarnya penghasilan kita, mewahnya rumah kita, gemerlap lampu kristal yang kita miliki, dan indahnya jalinan sutra yang kita sandang.
Seringkali malah,
kebahagiaan hadir pada kesederhanaan, pada kebersahajaan. Seringkali rasa itu
muncul pada rumah-rumah kecil yang orang-orang di dalamnya mau mensyukuri
keberadaan rumah itu. Seringkali, kebahagiaan itu hadir, pada jalin-jemalin
syukur yang tak henti terpanjatkan pada Ilahi. Teman, bisa jadi, memang tak ada pakaian yang bernama kebahagiaan. Sebab, kebahagiaan, seringkali memang tak membutuhkan apapun, kecuali perasaan itu sendiri. Rasa itu hadir, dalam bentuk-bentuk yang sederhana, dan dalam wujud-wujud yang bersahaja.Seringkali memang, kebahagiaan tak di temukan dalam gemerlap harta dan permata. Seringkali memang, kebahagiaan, tak hadir dalam indahnya istana-istana megah. Dan ya, kebahagiaan, seringkali memang tak selalu ada pada besarnya penghasilan kita, mewahnya rumah kita, gemerlap lampu kristal yang kita miliki, dan indahnya jalinan sutra yang kita sandang.
Sebab, teman, kebahagiaan itu memang adanya di
hati, di dalam kalbu ini. Kebahagiaan, tak berada jauh dari kita, asalkan kita
mau menjumpainya. Ya, asalkan kita mau mensyukuri apa yang kita punyai, dan apa
yang kita miliki.
Adakah “pakaian-pakaian kebahagiaan” itu telah Anda sandang dalam hati? Temukan itu dalam diri.
Cerita ini
mengajarkan kita bagaimana caranya bersyukur akan semua yang kita telah miliki
..
Cerita ini bisa jadi inspirasi untuk mengisi
ceramah sekolah minggu juga loh ! ^^Mettacitena,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar